Data Prasejarah Gayo Akan Dipublikasikan Internasional

Laporan : Kurnia Muhadi

Takengon - lingepost.com : Penelitian arkeologi terhadap temuan kerangka prasejarah di situs Loyang Mendale dan Ujung Karang, di Kabupaten Aceh Tengah, akan segera menjadi bahan penelitian internasional untuk kemudian dipublikasikan menjadi data ilmu pengetahuan.

Ketua Tim Peneliti Balai Arkeologi (Balar) Medan, Ketut Wiradnyana, mengatakan bahwa baru-baru ini pihaknya telah menjalin kerjasama dengan peneliti dari Universitas Copenhagen Denmark, untuk melakukan analisis DNA dan uji karbon, terhadap temuan kerangka prasejarah di situs Ujung Karang.

"Kita sepakati untuk hasil dari analisis ini akan dipublikasikan bersama. Artinya, data prasejarah Gayo ini nanti akan menjadi bahan internasional," kata Ketut, saat ditemui lingepost.com di Tekangon, Selasa 1 September 2015.

Dia menjelaskan, bahwa analisis DNA dan uji karbon terhadap sample tulang pada kerangka prasejarah terbaru yang ditemukan di situs Ujung Karang, juga dilakukan di laboratorium Erlangga dan California.

"Nanti kita akan dapat data DNA dari Erlangga, dari California, dan dari Copenhagen," sebutnya.

Ketut Wiradnyana telah memimpin penelitian yang dilakukan oleh Balar Medan di situs prasejarah Loyang Mendale dan Ujung Karang, sejak tahun 2009.

Beberapa temuan kerangka prasejarah diketahui berusia ribuan tahun, setelah dipastikan melalui uji karbon terhadap sample tulang.

Kerangka tertua yang pernah ditemukan Ketut bersama timnya di situs Loyang Mendale, bahkan berusia 7.575 tahun yang lalu.

Ketut menjelaskan bahwa kerangka-kerangka prasejarah tersebut berasal dari bangsa Austronesia yang merupakan ras Mongoloid.

Hasilnya, Ketut membuktikan bahwa sebaran Austronesia tertua di Indonesia ada di Gayo.

"Sebelumnya, yang tertua itu berusia 3.600 tahun yang ada di Sulawesi Barat, di situs Minagasipako," sebutnya.

Sejumlah temuan kerangka berusia ribuan tahun di situs Loyang Mendale dan Ujung Karang, kata Ketut, juga telah mereposisi teori jalur migrasi Austronesia di Indonesia.

Menurutnya, hal itu juga sekaligus menjadi lompatan besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.

"Jadi kita punya data sebaran Austronesia tertua, yang dipastikan menggunakan jalur migrasi yang selama ini tidak dikenal. Tidak mungkin memakai jalur migrasi dari Sulawesi ke Gayo. Karena yang ada di Gayo ini lebih tua," jelas Ketut.