Kiprah Ulama Kharismatik Tgk Ali Djadun di Gayo

Laporan : Kurnia Muhadi

Takengon – lingepost.com : Dia adalah pelopor berdirinya organisasi Muhammadiyah di Dataran Tinggi Gayo pada tahun 1966. Selain dikenal sebagai sosok ulama kharismatik, Tgk H Muhammad Ali Djadun, juga merupakan sosok berpengaruh dalam sejarah pembangunan di Aceh Tengah, terutama di bidang pendidikan.

Ia merupakan salah satu pendiri SMA Aceh Tengah yang menjadi satu-satunya Sekolah Menengah Atas (SMA) pertama di Gayo, pada era tahun 80-an.

Sekolah tersebut kemudian beberapa kali mengalami perubahan nama yakni menjadi SMA Negeri 1 Takengon, SMA Negeri 1 Bebesen, dan SMU Negeri 1 Bebesen.

Tgk Ali Djadun tercatat lebih banyak mendedikasikan pemikiran dan ilmunya di bidang pendidikan. Ia mengabdikan diri sebagai tenaga pendidik hampir selama 50 tahun.

Tgk Ali Djadun memulai karir sebagai guru bakti (Honorer) di awal tahun 1944. Lalu diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Agustus 1948, karena dinilai punya dedikasi tinggi dalam memajukan dunia pendidikan di Aceh Tengah.

Sebagai seorang guru, Tgk Ali Djadun, dianggap mampu menerapkan kedisiplinan dan menunjukkan sikap sejati seorang pendidik.

Ia selalu menaruh kecintaan terhadap murid-muridnya. Juga mampu memikat hati setiap anak didik dengan menunjukkan keteladanan serta wibawa seorang pendidik. Semua itu sangat menentukan keberhasilannya dalam mencapai tujuan pendidikan.

Ali Djadun adalah seorang motivator pendidikan. Ia suka memberikan hadiah kepada setiap siswa yang rajin dan pandai guna memotivasi. Hal itu dilakukan semata untuk memberikan dorongan dan semangat kepada setiap muridnya agar giat meraih prestasi.

Disisi lain, Tgk Ali Djadun, juga dikenal sebagai seorang guru yang keras dan pemarah. Namun pada prinsipnya, ia selalu ingin menanamkan kedisiplinan sebagai pembelajaran yang paling utama, kepada setiap siswanya.

Untuk yang satu ini, Tgk Ali Djadun, punya sikap tegas walau harus dianggap sebagai guru yang keras dan pemarah oleh sebagian muridnya.

Latar Belakang

Sosok Ali Djadun sendiri dikenal sebagai pribadi yang sangat disiplin. Ia selalu tepat waktu dan kerap mengisi waktu luangnya dengan membaca. Kegemarannya membaca buku tak pernah lekang oleh waktu. Bahkan hingga memasuki usia lanjut, Tgk Ali Djadun, semakin sering mengisi waktunya dengan aktifitas membaca.

Kepribadian Tgk Muhammad Ali Djadun sebagai seorang yang disiplin telah terbentuk sejak masa kanak-kanak.

Ali Djadun terlahir dari keluarga yang sangat memperhatikan kedisiplinan dan pendidikan. Ayahnya Tgk Muhammad Djadun adalah seorang ulama yang sehari-harinya mengajar sebagai guru pengajian di Kampung Belang Tampu, Gunung Teritit, Aceh Tengah (Bener Meriah saat ini).

Ali Djadun lahir di Kampung Teritit, Aceh Tengah, pada tahun 1925. Nama kecilnya adalah Ali Basa. Sehari-hari Ali Djadun kecil akrab disapa Alib oleh teman-teman sebayanya.

Ia adalah anak ke 6 dari 8 bersaudara pasangan Tgk Muhammad Djadun dan Fatamsya.

Ali Djadun kecil alias Alib tumbuh seperti anak desa lain pada umumnya. Fisik dan mentalnya tertempa oleh alam. Ia mendapatkan ilmu agama dari tempat pengajian di desanya.

Di masa itu, balai pengajian adalah sumber ilmu terbaik yang dapat mendidik seorang anak. Balai pengajian selalu memiliki seorang guru yang penuh dedikasi dan wibawa seorang pendidik.

Di masa remaja, Ali Djadun, masuk sekolah Tarbiyah Islamiyah di Kute Kering, Aceh Tengah. Lalu merantau ke Bireuen untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah Volk School sekaligus belajar di Pasantren Cut Merak Bireuen.

Kegigihan, Ali Djadun, dalam menuntut ilmu dibuktikan dengan semangat yang luar biasa. Ia harus berjalan kaki seorang diri selama dua hari untuk bisa sampai di Kabupaten Bireuen. Di masa itu, tidak ada transportasi selain berjalan kaki. Kendaraan seperti mobil hanya digunakan oleh Jepang.

Usia menamatkan sekolah di Bireuen, Ali Djadun, kemudian melanjutkan pendidikan ke Padang Panjang, Sumatera Barat.

Untuk menuju kesana, Ali Djadun, juga harus menempuh perjalanan kaki. Namun kali ini ia tidak sendiri. Bersama seorang temannya yakni Tgk Abdul Latief Jamaah, mereka bertekad untuk sampai ke Sumatra Barat dengan berjalan kaki.

Walau diperjalanan terkadang mereka mendapatkan tumpangan kendaraan untuk lebih mempersingkat perjalanan, namun lebih banyak waktu dihabiskan dengan berjalan kaki.

Keduanya tiba di Padang Panjang, Sumatera Barat, setelah menempuh perjalanan selama satu setengah bulan.

Pada tahun 1944, Ali Djadun, menyelesaikan pendidikannya di Padang Panjang dan kembali ke Aceh Tengah.

Saat itulah ia memulai karir sebagai guru. Tgk Mohd Ali Djadun tercatat pernah mengajar di 9 sekolah, baik sebagai guru maupun sebagai kepala sekolah.

Pada Mei 1964, Tgk Ali Djadun, dipercaya menjabat Kepala Sementara Kantor Pendidikan Dista Aceh.

Lalu sepanjang karirnya, Tgk Ali Djadun, tercatat pernah menduduki berbagai jabatan penting. Diantaranya, sebagai Penilik Agama Kabupaten Aceh Tengah, pada tahun 1970.

Kepala Inspeksi Pendidikan Agama pada perwakilan Departemen Agama Kabupaten Aceh Tengah, pada tahun 1973.

Pejabat Sementara Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Tengah, pada tahun 1974.

Kepala Perwakilan Departemen Agama Provinsi Daerah Istimewa Aceh selama 4 tahun, sejak tahun 1975.

Berperan dalam Pembangunan Daerah

Dalam perjalanan karirnya di dunia pendidikan, khususnya pendidikan agama, Tgk H M Ali Djadun, juga pernah berperan sebagai legeslator.

Pada tahun 1968, Tgk Ali Djadun, terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Aceh Tengah. Jabatan tersebut semakin membuatnya memiliki peran penting dalam sejarah pembangunan Aceh Tengah.

Selama menjabat Ketua DPRD, Tgk Ali Djadun, dikenal lebih banyak fokus pada upaya pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) lewat pendidikan.

Bahkan dimasa itu, Aceh Tengah berhasil meraih juara umum se-Provinsi Aceh di bidang pendidikan, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.

Pelopor Organisasi Muhammadiyah

Tgk H M Ali Djadun merupakan senior sekaligus pelopor berdirinya organisasi Muhammadiyah di Dataran Tinggi Gayo.

Ia banyak menyumbangkan pemikiran dan materi untuk berjalannya roda organisasi Muhammadiyah di Aceh Tengah sejak era tahun 60-an hingga sekarang.

Para simpatisan Muhammadiyah di Aceh Tengah pada dasarnya mulai ramai di era tahun 60-an. Namun organisasi keagamaan tersebut belum tertata dengan baik. Kegiatan organisasi yang dilakukan masih bersifat ritual keagamaan saja.

Pada pertengahan tahun 1966, barulah diadakan musyawarah pertama Muhammadiyah Cabang Takengon. Tgk Ali Djadun lalu terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Muhammadiyah Kabupaten Aceh Tengah.

Sejak saat itu, sosok Tgk Ali Djadun, tak terpisahkan dengan bendera Muhammadiyah. Ia selalu terpilih sebagai ketua umum dalam beberapa kali musyawarah daerah yang diadakan.

Tgk Ali Djadun tercatat memimpin organisasi Muhammadiyah Aceh Tengah selama 30 tahun 3 bulan dengan jabatan sebagai ketua umum.

Selama kepemimpinanya, organisasi Muhammadiyah di Aceh Tengah mengalami banyak kemajuan.

Ia mendirikan Kantor Muhammadiyah pertama pada tahun 1967 di kawasan Bale Atu Takengon, untuk memastikan organisasi terus berjalan baik.

Program organisasi lebih banyak menyasar bidang pendidikan. Membangun sumber daya manusia lewat pendidikan terus dilakukan dengan membangun sekolah-sekolah.

Beberapa sekolah yang didirikan, diantaranya TK Merah Mege di Kampung Asir-asir, TK Bale Atu Takengon, TK Kute Kering, TK Paya Reje Tami Delem, dan TK Aisyah Bustanul Atfal Gunung Bukit Kebayakan.

Dibawah kepemimpinannya, organisasi Muhammadiyah juga mendirikan SMP Bale Atu Takengon, SMA Muhammadiyah Bale Atu Takengon (Sekarang pindah ke Gunung Bukit Mampak Kebayakan), dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah (STIHMAT) Aceh Tengah.

Peran Ulama

Tgk H Mohd Ali Djadun adalah sosok da’i seribu umat. Ia punya kecerdasan, ilmu agama, dan wawasan yang luas untuk bisa menyampaikan dakwahnya secara spontanitas tanpa konsep, dimana saja dan kapan saja.

Sosoknya sangat mewakili peran ulama tradisional yang umumnya memiliki kharisma di tengah masyarakat. Sekaligus sebagai ulama modern, karena selalu bisa mengikuti perkembangan zaman dan mampu menyesuaikan dakwahnya bagi setiap kalangan audien/ pendengarnya.

Ia juga mampu berbahasa inggris. Pembawaannya selalu dapat menyesuaikan dengan paradigma baru sehingga tetap mampu mengikuti perkembangan yang ada ditengah masyarakat.

Dalam berdakwah, Tgk Ali Djadun,  mampu menjabarkan materi khutbah/ceramahnya dengan cukup jelas. Kendatipun menguasai bahasa inggris, ia tidak banyak mempergunakannya dalam berdakwah, sehingga para pendengarnya bisa mengerti dengan jelas apa yang disampaikan.

Tgk Ali Djadun adalah orang yang punya kemampuan rethorika sangat baik dalam menyampaikan pesan ceramahnya. Ia juga mampu menyesuaikan materi ceramah berdasarkan klasifikasi kematangan pendengarnya, sehingga apa yang disampaikan selalu dapat diterima dengan baik oleh siapa saja.

Karna itu, Tgk Ali Djadun, bisa dikatakan sebagai da’i seribu umat. Ia mampu menyasar semua kalangan dalam upaya menyampaikan pesan dakwahnya.

Pada awal tahun 1999, Tgk Ali Djadun, dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Aceh Tengah.

Peran MUI selaku penasehat sekaligus ujung tombak pemerintah dalam urusan agama, kembali menuntut dedikasi yang tinggi dari sosok Tgk Ali Djadun.

Walau merupakan ujung lidah pemerintah, namun Ali Djadun tetap berdiri sebagai seorang yang memiliki prinsip dan tak kenal kompromi jika mendapati sesuatu yang dinilainya bertentangan dengan nilai-nilai agama dan keilmuan yang ada pada dirinya.

Bintang Lansia

Pada masa pemerintahan Bupati M Jamil di Aceh Tengah, Tgk H M Ali Djadun, menerima gelar sebagai “Orangtua Kita”.

Sehingga, sosok Tgk Ali Djadun, selalu mendapat tempat di setiap acara-acara penting kedaerahan untuk menyampaikan sepatah kata.

Tgk H M Ali Djadun juga merupakan salah seorang yang masuk dalam daftar nama-nama lanjut usia (Lansia) berguna dan berkualitas dari 16 nama orang-orang berpengaruh dari seluruh daerah di Aceh yang didata oleh Pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 1996.

Gubernur Aceh saat itu, Prof Dr Syamsuddin Mahmud, memberikan penghargaan Bintang Lansia kepada, Tgk Ali Djadun, sebagai sosok lanjut usia berguna dan berkualitas yang dinilai telah menunjukkan pengabdian dan prestasinya ditengah masyarakat, dengan penuh kearifan.

Hal itu membuktikan sosok, Tgk H M Ali Djadun, masih diperhitungkan sebagai seorang yang dari segi keilmuan dan dedikasinya masih dibutuhkan oleh daerah, walau telah memasuki usia lanjut.

Ia masih kerap menghadiri acara-acara penting kedaerahan sebagai sosok ulama dan orang yang dituakan. Pendapat dan pemikiran-pemikirannya masih selalu dibutuhkan seiring laju pembangunan daerah.

Saat ini, Tgk H Muhammad Ali Djadun, telah memasuki usia 90 tahun. Ia menjalani hari tuanya di sebuah rumah kayu khas bangunan tempo dulu di kawasan Kampung Tetunyung, Kecamatan Lut Tawar, Takengon, Aceh Tengah.

Ulama ini menyukai kesederhanaan. Ia adalah sosok yang bersahaja. Kegemaran membaca buku masih menjadi aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Usia lanjut bukan alasan untuknya menutup diri dan tidak lagi membutuhkan informasi.

Sebuah inspirasi dari sosok ulama kharismatik Tgk H Muhammad Ali Djadun. Ia mampu menunjukkan bahwa kegemaran terhadap ilmu, kebutuhan akan sebuah informasi untuk terus menambah wawasan yang luas, tak boleh terhenti oleh waktu. Dan kedisiplinan adalah kunci utama keberhasilan.

Sumber : Drs Azharia/Penulis Buku Sirah Tgk H Mohd Ali Djadun.