Inovasi Masker Kopi, Semangat Kaum Ibu di Tengah Pandemi

Takengon | lingePost - "Lawan Covid-19 Dengan Hidup Sehat Dan Bersih".

Begitulah kalimat tertulis pada sebuah spanduk terbentang di pagar Kantor Desa Bergang, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh.

Desa ini merupakan desa terpencil di kawasan pedalaman Kabupaten Aceh Tengah. Untuk menuju ke desa ini butuh waktu 1,5 jam perjalanan kendaraan atau sejauh 48 KM dari pusat kota Takengon, Ibu Kota Kabupaten Aceh Tengah.

Pandemi Covid-19 mau tak mau juga dirasakan dampaknya oleh penduduk Kampung Bergang. Walau tak merasakan penyebaran virus secara langsung, karena tak pernah ada penduduk desa ini yang terkonfirmasi positif Covid-19, namun dampaknya secara ekonomi dirasakan oleh semua penduduk desa.

Wajar saja, mayoritas penduduk di desa ini adalah petani. Sedangkan harga jual hampir seluruh produk hasil pertanian di masa pendemi ini anjlok, termasuk harga kopi Gayo.

Tapi di sini kita tak membahas panjang soal itu. Penduduk Kampung Bergang tidak berputus asa. Mereka masih tetap semangat berjuang menjalani rutinitas sehari-hari sebagai petani, minimal menciptakan ketahanan pangan di desa mereka sendiri.

Malah semangat untuk terus berkarya ditunjukkan oleh kaum ibu di desa ini dengan berinovasi menciptakan peluang usaha sendiri untuk bisa membantu ekonomi keluarga.

Para ibu-ibu berinovasi membuat produk usaha berupa masker wajah, sabun mandi, dan scrub pembersih tubuh.

Uniknya seluruh produk itu dibuat dari bahan dasar bubuk kopi. Jadi selain alami, juga bertujuan menambah nilai jual hasil panen kopi, karena selama pandemi harga kopi Gayo di pasaran terjun bebas.

"Bahan-bahan yang kita pakai semua herbal. Kita tidak masukkan bahan kimia yang malah bisa merusak kulit," kata Halimatussakdiah (29) ketika ditemui pada awal November 2020.

Halimatussakdiah adalah salah seorang anggota Kelompok Singkite Bergang. Ini adalah kelompok perempuan di desa Bergang yang menjadi wadah bagi kaum ibu di sana dalam berkarya.

Hasil karya berupa masker wajah, sabun mandi, dan scrub pembersih tubuh juga mereka namakan dengan merk Singkite.

"Singkite (Bahasa Gayo) artinya punya kita. Jadi kelompok ini kita namakan Singkite Bergang, artinya punya kita orang desa Bergang," tutur Halimatussakdiah.

Perempuan ini mengaku hasil produksi mereka saat ini sudah banyak dipesan, bahkan peminatnya sampai ke luar daerah.

Hanya saja kata dia untuk bisa lebih serius memasarkannya secara masif mereka saat ini sedang menunggu proses pendaftaran produk di BPOM.

"Sekarang kita memang baru melayani pesanan saja, tapi sudah banyak yang pesan, ke luar daerah juga sudah banyak kita kirim," ujarnya.

Kaum ibu memproduksi kosmetik herbal di aula kantor desa setempat

Halimatussakdiah atau akrab disapa Inen Alif ini menuturkan bersama kelompok Singkite Bergang mereka merangkul seluruh perempuan di desa itu untuk mau bergabung dan berkarya bersama.

Setiap harinya kaum ibu ini berkumpul di Aula Kantor Desa setempat untuk memproduksi produk kosmetik herbal buatan mereka sendiri.

Hasil produksinya memang tak banyak, karena semua proses produksi mereka kerjakan secara manual dan sangat alami untuk benar-benar menjaga kualitas produk.

Sementara harga jual yang ditawarkan pun sangat terjangkau. Untuk satu paket masker wajah, sabun mandi, dan scrub pembersih tubuh, hanya dipatok harga Rp15.000,- saja.

Sabun herbal dari kopi produksi kaum ibu desa Bergang
Sabun herbal dari kopi produksi kaum ibu desa Bergang

Tapi menurut ibu-ibu ini usaha mereka itu sudah cukup untuk bisa membantu ekonomi keluarga khususnya di masa pandemi ini.

Setidaknya begitulah penuturan seorang ibu lainnya yaitu Sri Atitin ketika bercerita tentang motivasi awal Kelompok Singkite Bergang berinovasi membuat produk-produk herbal tersebut.

"Karena kami memang ingin punya kegiatan. Jadi dari pada gak punya kegiatan, kami di sini kan lumayan bisa nambah-nambah penghasilan, untuk bantu suami," kata Sri Atitin.

Usaha Kelompok Perempuan Singkite Bergang ini sudah dimulai sejak tujuh bulan lalu atau di masa-masa awal pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia.

Pandemi terbukti tidak membuat warga di desa ini berputus asa akibat kesulitan ekonomi, malah mereka mampu berinovasi untuk terus mandiri.

Spanduk imbauan lawan Covid-19 di Kantor Desa Bergang

Selan itu, di desa terpencil ini, masyarakatnya juga disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran Covid-19.

Imbauan-imbauan tentang penerapan protokol kesehatan oleh pemerintah desa setempat juga banyak terpampang di setiap sudut desa.

Anak-anak di desa ini juga sudah mulai kembali bersekolah, walau awalnya sekolah sempat diliburkan. Namun proses belajar tatap muka di sekolah tetap menerapkan prokotol kesehatan secara ketat.

Itulah sekilas cerita tentang Kampung Bergang. Khususnya melihat kaum ibu di desa ini yang tetap mampu berkarya walau di masa pandemi.

Merekalah cermin perempuan inovatif. Tetap semangat walau di masa sulit.

 

KM