GMNI Tagih Janji Kejaksaan Terkait Proses Kasus Dugaan Korupsi Dana Masjid di Bener Meriah

Laporan : Kurnia Muhadi

Takengon – lingepost.com : Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) kembali mempertanyakan proses pelimpahan kasus dugaan korupsi dana masjid di Kabupaten Bener Meriah yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Simpang Tiga Redelong.

Sekretaris GMNI Kabupaten Bener Meriah, Mulyadi, dalam siaran persnya Rabu 18 Januari 2017 mengatakan Kejaksaan Negeri Simpang Tiga Redelong pernah berjanji akan melakukan proses pelimpahan kasus tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, pada pertengahan bulan Januari 2017, karena seluruh berkas telah dinyatakan lengkap atau P21 berdasarkan keterangan Kasi Pidum Kardno SH .

“Kenyataannya sampai saat ini masyarakat belum menerima informasi apapun terkait pelimpahan kasus tersebut ke tahap selanjutnya. Kami juga menyayangkan sikap aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan Bener Meriah yang kami nilai bekerja lambat dan terkesan ada permainan,” tutur Mulyadi.

Aktivis yang juga menjabat Sekjen Aliansi Parlemen Jalanan (ASPAL) ini juga menyebut adanya kekhawatiran bahwa kasus dugaan korupsi tersebut akan tetap berjalan lambat, karena salah satu tersangkanya kembali dilantik sebagai pejabat di salah satu SKPK dalam ruang lingkup Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah, baru-baru ini.

“Kita berharap kepada Kajari agar tidak mengulur-ulur waktu lagi karena kasus tersebut sudah hampir 4 tahun lamanya mengendap di institusi penegak hukum Kejaksaan Bener meriah."

"Karena masih banyak kasus-kasus korupsi yang harus juga ditangani di Bener Meriah, seperti dugaan pemotongan gaji pegawai kesehatan oleh pejabat Dinas Kesehatan Bener Meriah, dugaan Pungli di Dinas Pendidikan, dugaan penyelewengan Dana Desa, dan dugaan tenaga honorer fiktif di SKPK Bener Meriah,” tutur Mulyadi.

Kasus dugaan adanya pemotongan dana yang diperuntukkan bagi pembangunan dan rehabilitasi sarana  prasarana rumah ibadah (Masjid) di Kabupaten Bener Meriah tersebut merupakan dana hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) tahun 2013, dengan total nilai Rp 10 miliar.

Dari total nilai tersebut diduga tidak seluruh dana tersalurkan semestinya, sehingga menyebabkan kerugian Negara.

Banyak pihak menilai kasus tersebut melibatkan orang-orang penting di Bener Meriah, sehingga proses hukumnya berjalan lambat.