Tarmizi A Karim dan Harapan Masyarakat Aceh
Oleh : Bustaman al Rauf
Aceh akan menggelar Pilkada serentak kedua tahun 2017, meliputi Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur serta 20 kabupaten/kota seluruh Aceh. Hal menarik yang membuat pilkada di Aceh berbeda dengan pilkada di daerah lain adalah keikutsertaan partai politik lokal sebagai konsekuensi dari pelaksanaan status Otonomi Khusus Nangroe Aceh Darusalam.Partai lokal ini akan bersaing dengan partai nasional dan kandidat perseorangan untuk memenangkan hati masyarakat hingga dapat menduduki kursi kekuasaan daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota.
Sejak Otonomi Khusus NAD partai politik lokal telah menunjukan peranan yang signifikan dalam politik di Aceh, terutama partai politik yang dibentuk oleh eks GAM seperti Partai Aceh (PA) yang telah memenangkan 47 % suara dalam pemilu legislatif daerah pada 2009, dan35,4 % suara dalam pemilu 2014. Suara Partai Aceh mengungguli perolehan suara Partai Nasional Aceh (PNA-6,8% pada pemilu 2014) yang didirikan oleh Irwandi Yusuf. Irwandi Yusuf sendiri telah menduduki jabatan Gubernur Aceh pada tahun 2007/2012 dan dikalahkan oleh Zaini Abdullah yang akan berakhir kekuasaanya pada tahun 2017 nanti.
Mengingat besarnya kekuasaan eks GAM dalam politik Aceh, menjadi wajar jika masyarakat menimpakan berbagai permasalahan dalam pembangunan Aceh yang tidak banyak perkembangan signifikan. Meski Aceh sejak tahun 2008-2015 telah menerima dana Otsus sebesar Rp. 42,2 triliun, namun kemiskinan masih tinggi, begitu pula dengan tingkat pengangguran di Aceh meningkat hingga 217 ribu orang dari 2,183 juta orang angkatan kerja pada Agustus 2015 atau sekitar 9,93% berada di atas rata-rata nasional yang sebesar 6,68%. Hal ini diperburuk dengan sinyalemen yang menguak potensi korupsi dan menguapnya dana Otsus tanpa pertanggungjawaban yang jelas hingga mencapai 10% tiap tahunnya.
Arus Balik
Pilgub dapat menjadi arus balik bagi masyarakat Aceh untuk mengevaluasi dukungan pada elit yang berkuasa di Aceh saat ini. Masyarakat akan melihat fakta-fakta permasalahan pembangunan di Aceh sebagai dasar untuk melirik figur-figur alternatif yang memiliki track record,kredibilitas, kompetensi dan komitmen kuat untuk mewujudkan harapan masyarakat Aceh yang selama ini justru terabaikan. Munculnya berbagai tokoh dengan manuver politik menjelang Pilgub Aceh merupakan dinamika yang perlu dicermati oleh seluruh masyarakat Aceh agar tidak terjebak dalam skenario politik yang justru akan melanggengkan kekuasaan yang telah gagal.
Selain Irwandi Yusuf (mantan Gubernur periode 2007/2012), sejumlah tokoh menyatakan maju dalam Pilgub Aceh 2017, seperti Muzakkir Manaf (Wagub periode 2012-2017/Ketum PA), Tarmizi A Karim (Irjen Kemendagri), Zakaria Saman (Tuha Peuet/Majelis Pertimbangan PA), Zaini Abdullah (Gubernur periode 2012-2017/Tuha Peuet/Majelis Pertimbangan PA), Farhan Hamid (politisi PAN), dan tokoh lainnya. Meski partai Aceh telah mengusung Mualem atau MuzakkirManaf, tampaknya tidak diikuti oleh seluruh elemen partai Aceh.Zaini Abdullah dan Zakaria Saman yang juga pentolan senior dalam partai Aceh ternyata mendeklarasikan diri pula untuk berlaga dalam Pilgub Aceh diluar keputusan politik yang telah diambil oleh partai Aceh.
Munculnya para tokoh dalam bursa Pilgub Aceh menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Aceh, semisal dengan isu perpecahan eks GAM dan peluang bagi masyarakat Aceh untuk merajut harapan baru dengan munculnya Tarmizi A. Karim yang merupakan tokoh Aceh dengan pengalaman matang dalam birokrasi pemerintahan. Sosok Tarmizi A. Karim merupakan putra daerah yang pernah menjabat sebagai Bupati Aceh Utara dan jabatan lain dalam birokrasi pemerintahan Aceh sebelum kemudian menjadi Irjen di Kemendagri. KemunculanTarmizi A. Karim ini menjadi momentum yang tepat bagi masyarakat Aceh ditengah kegelisahaan akibat berbagai persoalan pembangunan Aceh yang tidak menunjukan kemajuan signifikan selama dua periode kepemimpinan para politisi eks GAM.
Solusi Jitu
Fenomena Tarmizi A. Karim dalam Pilgub Aceh tidak hanya terkait dengan respons antusiasme masyarakat di berbagai pelosok seluruh Aceh. Sambutan hangat dan derasnya dukungan masyarakat baik arus bawah maupun para tokoh di Aceh yang selalu muncul dalam setiap konsolidasi politik yang dilakukan oleh Tarmizi A. Karim telah menjadi modal penting dalam Pilgub. Namun, hal itu tidak cukup tanpa disertai dengan gagasan dan program nyata yang mampu mengurai persoalan benang kusut dalam pemerintahan dan pembangunan Aceh sejak pelaksanaan Otsus.
Pengalaman panjang putra daerah kelahiran Lhoksukon, Aceh Utara selama 36 tahun mengabdi sebagai birokrat, dan telah menjadi pejabat Gubernur di sejumlah propinsi diantaranya Kalimantan Timur (2008), Aceh (2012), dan Kalimantan Selatan (2015), merupakan modal penting untuk memahami masalah-masalah dalam pemerintahan dan pembangunan wilayah. Pengalaman ini tidak hanya menunjukan kecakapan yang dimilikinya saja, tetapi merupakan keunggulan nyata yang membedakannya dengan para kandidat lain yang meramaikan Pilgub Aceh 2017.
Masyarakat Aceh harus belajar dari pengalaman sebelumnya, pemahaman atas track record figur harus dikombinasikan dengan kompetensi dan kualitas daripada program-program yang dijanjikan. Komitmen Tarmizi A. Karim untuk mengabdi kepada masyarakat Aceh dengan membenahi tata kelola birokrasi pemerintahan Aceh sebagai landasan untuk mengefektifkan pembangunan dan agenda-agenda ekonomi serta kesejahteraan sebagai prioritas jika terpilih sebagai Gbernur Aceh merupakan wujud dari pemahamannya atas masalah utama Aceh yang selama ini justru terletak dalam tata kelola pemerintahan lokal yang buruk. Selain itu, Tarmizi A. Karim juga menyadari bahwa persoalan membangun komunikasi yang sinergis dan harmonis juga tidak hanya dalam konteks antar pemerintahan lokal di Aceh, tetapi juga penting dengan pemerintahan pusat sebagai bagian dari sistem pemerintahan nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini dukungan pemerintah pusat menjadi salahsatu variabel penting bagi roda pemerintahan Aceh.
Hal penting lain yang juga perlu diapresiasi dalam gagasan yang disampaikanTarmizi A. Karim adalah konsep menempatkan orang-orang yang tepat dalam posisi yang tepat pula. Selama ini, birokrasi pemerintahan Aceh mengabaikan aspek kompetensi dalam rekrut menjabatan sehingga banyak orang-orang yang tidak memiliki kecakapan mengendalikan kekuasaan pemerintahan. Dampaknya tentu akan mengganggu pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan pembangunan karena tidak didukung oleh sumberdaya manusia yang mumpuni. Dan tidak kalah penting dari semua program kampanye itu, Tarmizi A. Karim secara eksplisit juga menyatakan tekad yang kuat untuk meletakan tata kelola pemerintahan dan pembangunan Aceh dalam kerangka memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Komitmen ini tidak hanya menyejukan suasana, tetapi juga menunjukan kematangan dan integritas sosokTarmizi A. Karim sebagai warga negara yang baik. Menilik dari hal tersebut, program yang disampaikan oleh Tarmizi A. Karim dapat menjadi solusi jitu yang diharapkan oleh seluruh masyarakat Aceh dalam Pilgub 2017 yang akan segera dijelang.
*Penulis adalah pemerhati masalah Aceh kelahiran Pidie. Tinggal di Medan, Sumut.
*Seluruh isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.