Tamu Tak Diundang Pantau Pembahasan RTRW Aceh Tengah, Apa Kata Mereka?

Laporan : Kurnia Muhadi

Takengon – lingepost.com : Pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Tengah yang berlangsung di lembaga DPRK setempat sejak Jumat kemarin hingga hari ini, Sabtu 10 Oktober 2014, mendapat perhatian serius beberapa orang dari kalangan aktivis mahasiswa dan pihak-pihak yang merasa peduli terhadap keberlangsungan pembangunan Aceh Tengah kedepan.

Walau mengaku menjadi tamu tak diundang, mereka tetap menghadiri pembahasan tersebut karena menganggapnya sebagai hal yang penting untuk masa depan Aceh Tengah selama 20 tahun kedepan.

Diantara mereka ada aktivis GeRAK-Gayo, Waladan Yoga. Kepada lingepost.com pemuda ini menyebut ada kesan terlalu terburu-buru untuk waktu yang ditentukan dalam pengesahan RTRW, sehingga dikhawatirkan tidak melalui kajian tentang tata ruang yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu oleh para ahli.

Hal itulah yang membuatnya merasa harus menghadiri langsung jalannya pembahasan di DPRK, untuk memastikan RTRW Aceh Tengah sudah memalui semestinya.

“Jadi terkesan Pemda memaksakan kehendak kepada DPRK,” kata Waladan Yoga disela berlangsungnya pembahasan di DPRK setempat, Sabtu 10 Oktober 2015.

“Panitia legeslasi jangan serta merta menerima suguhan data dari eksekutif. DPRK punya wibawa, jadi jangan mau diatur-atur oleh eksekutif,” ujarnya.

“Ini penting karena menyangkut keberlangsungan pembangunan Aceh Tengah selama 20 Tahun kedepan. Jadi tidak perlu terburu-buru melakukan pembahasan ini,” katanya lagi.

Selain Waladan, juga tampak hadir beberapa  aktivis dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh Tengah.

Sementara dari elemen masyarakat, ada Imran Gayo, yang sejak dua hari penuh mengikuti jalannya pembahasan. Dia mengaku kecewa tidak diberi hak suara selama pembahasan berlangsung.

Hal senada diutarakan oleh Fauzi Ramadhan, yang mengaku dari perwakilan Gerakan Rakyat Banyak (Gerbak).

Menurutnya, Undang-undang tahun 2007 Tentang Penataan Ruang disebutkan adanya hak dan kewajiban masyarakat untuk terlibat langsung dalam setiap proses penataan ruang.

“Mestinya, ada undangan yang dikirim langsung kepada setiap perwakilan dari elemen masyarakat di Aceh Tengah, agar RTRW ini mengakomodir semua pihak dan kelak tidak menimbulkan konflik di tengah masyarakat,” ucapnya.

Mereka ini yang menyebut dirinya sebagai tamu tak diundang dalam pembahasan RTRW tersebut, meminta pemerintah daerah dan DPRK untuk serius dalam melakukan pembahasan, sehingga tidak mengabaikan kepentingan masyarakat banyak, karena menyangkut masa depan daerah untuk jangka panjang.