Pendidikan dan Imperialisme – Kajian Fenomenologi Pendidikan

Oleh : Dr. Joni MN, M.Pd.B.I

Berangkat dari hasil diskusi virtual tanggal 1 Nov 2020, mulai pukul 14.36 s/d 15.35 hari minggu bersama 3 orang Prof, yakni guru-guru (dosen-dosen) kami, yang bertema tentang dunia Pendidikan di era 4.0 dan perilaku-pelaku pendidik itu sendiri. Setelah, berdiskusi dapat ditarik red-cordnya, ternyata kondisi pendidikan saat ini sudah melenceng dari konsep dasar awal yang bersipat holistik, tetapi lebih didominasi pada konsef imperialisme.

Dalam pengertian umum dan dangkal, imperialisme didefinisikan sebagai penjajahan terhadap negara-negara terbelakang, dari jaman kolonial dan terus berlanjut hingga jaman sekarang dalam bentuk penjajahan ekonomi ataupun intervensi-intervensi kebijakan lain, tidak terlepas kemungkin juga intervensi pada dunia pendidikan kita dan kebijakannya. Untuk pendidikan khususnya di bidang penelitian dan publishingnya kita tergantung dan terlalu menuhankan oleh apa yang dinamakan “scopus”.

Terkait di bidang pendidikan, prinsip dasar pendidikan kita yang holistik sudah ternodai dan terusir oleh konsep-konsep yang newtonian serta konsep reductionism yang lebih kapitalis mengarah kepada pembentukan konsep imperialisme. Dasar tumbuhnya Imperialisme timbul sebagai sebuah tahapan dari perkembangan kapitalisme dimana monopoli kapitalis menjadi karaktersitik dominan dan sudah menjurus pada kompetisi bebas yang tanpa batas, baik batas-batas kewajaran yang bersipat indejenius sudah tergerus hanya karena materialistik dan kapitalis yang berangkat atas dasar imperialisme.

Seharusnya bangsa ini dan para pemegang kebijakan serta para pakar-pakar yang terkenal dengan kehebatannya itu “mengutamakan perjuangan melawan imperialisme tersebut, tanpa harus mentolerir penindasan kapitalisme yang ada lokal dan di bangsa sendiri”. Seharus, mereka-mereka pemegang kebijakan di negeri ini lebih menguatkan konsep sendiri yang holistik, agar identitas kebangsaan Indonesia yang ramah, sopan, santun dan rasa NKRI dapat terjaga dengan baik, bukan saling munghujat, menciptakan permusuhan dan lainnya, sebenarnya bukan ini yang ditonjolkan.

Akhir-akhir ini banyak.bermunculan kegiatan-kegiatan, statemen-statemen yang hanya bersifat seremonial, yakni seolah-seolah statemen.mereka itu mengutuk kapitalisme dan ada juga yang menuding seseorang yang murni berjuang demi kebaikan, didiskriminasi dengan pernyataan, yaitu seolah tindakannya sia-sia hanya mengobarkan rasa juang yang fiktif, dan ada juga yang bersifat reflektif, menganalisa situasi tetapi hanya seremonial belaka.

Seharusnya, dunia pendidikan yang bermodal ilmu pengetahuan tidak diintervensi dengan konsep-konsep kapitalisme yang bersipat kolonialisme, tetapi dunia pendidikan yang benar-benar ilmiah harus dapat mengkaji kebenaran mendalam tentang diri dan untuk mengungkap kekeliruan pandangan bahwa ilmu pengetahuan manusia lebih peduli dengan mengungkap daripada hanya membangun objek ranah mereka.

Seharusnya, pendidikan yang bermodal dasar ilmu pengetahuan benar-benar berfungsi sebagai alat kontrol di era modern ini atas bebasnya paham-paham sesat yang masuk baik secara door to door atau pun melalui dunia tekhnologi. Tetapi, apa yang terjadi terhadap prodak-prodak lembaga-lembaga pendidikan saat ini yang sudah bergelar tinggi dan yang sudah memiliki kekuasaan, sepertinya mereka sudah memperlakukan yang lain, bak dalam budaya borjuis, yakni menjadikan ilmunya untuk melawan kelas bawah daripada untuk instrumen pengungkapan kebenaran dan melenceng dari konsep yang sebenarnya, seharusnya ilmu pengetahuan dijadikan sebagai alat merubah perilaku yang tidak baik menjadi lebih baik.

 

Penulis adalah Waka 1 Bidang Akademik STIT ALWASHLIYAH Kabupaten Aceh Tengah