KLARIFIKASI TERKAIT BERITA “ BPBD KAB. ACEH TENGAH PERSULIT PROSES PENCAIRAN DANA GEMPA TAHAP 3”

KLARIFIKASI TERKAIT BERITA “ BPBD KAB. ACEH TENGAH PERSULIT PROSES PENCAIRAN DANA GEMPA TAHAP 3”

Oleh : Abrar syarif ( Koordinator Tim 3 Fasilitator BNPB - Kec. Bebesen & Kec. Pegasing.)

Sehubungan dengan pemberitaan mengenai dipersulitnya proses pencairan BDR (Bantuan Dana Rumah) untuk korban Gempa Gayo yang dilaporkan oleh salah satu fasilitator Tim 3 yakni: Ayu Rita Zahara kepada media – online lokal : lingepost.com dan dimuat pada tanggal 3 Juli 2016 lalu, saya ingin memberikan penjelasan dan klarifikasi sebagai berikut:

“ Pencairan BDR (Bantuan Dana Rumah) tahap 3 hanya dapat dilakukan apabila Dokumen LPJ-Akhir penggunaan dana gempa tahap 1,2 & 3 sudah lengkap, dokumen ini berisikan antara lain: Laporan keuangan Pokmas (kelompok masyarakat) tahap 1,2 & 3,surat pernyataan pokmas untuk menghuni/menempati rumah dan tidak menjualnya kepada pihak lain,photo pembangunan rumah mulai tahap 1,2 dan 3 per individu, gambar (D.E.D) masing-masing rumah serta masih ada beberapa persyaratan lainnya yang tidak saya sebutkan disini. ”

“ Pencairan (Bantuan Dana Rumah) tahap 3 tidak dapat dilakukan karena : 1. Masih adanya dokumen Pertanggungjawaban Akhir yang belum dilengkapi oleh pokmas. 2. Setelah dilakukan evaluasi regular kegiatan RR dilapangan ditemukan beberapa anggota pokmas yang sebelumnya sudah menerima BDR (Bantuan Dana Rumah) tahap 1 & 2 tapi tidak/belum menggunakan dana tersebut untuk membangun rumah. 3. BRI tidak mencairkan BDR (Bantuan Dana Rumah) karena tanda tangan yang tertera pada Surat Rekomendasi Pencairan Dana Gempa tahap 3 untuk Pokmas Tawar Niate palsu,pemalsuan tanda tangan ini dilakukan oleh sdri Ayu RZ dan Fatmawati ST. ”

“ Dalam setiap proses pencairan BDR (Bantuan Dana Rumah) BNPB/BPBD tidak pernah membebankan Pokmas dengan biaya satu rupiahpun, apabila ada informasi BPBD mengenakan biaya/sejumlah uang dalam proses pencairan BDR itu tidak benar .”

“ PPK BPBD,PJOK dan Koordinator Tim 3 tidak pernah mempersulit proses pencairan BDR. Apabila syarat-syarat pencairan sudah lengkap dan di anggap valid, maka berapapun jumlah surat rekomendasi akan ditanda tangani tanpa menunda-nunda proses pencairan BDR dengan alasan yang tidak jelas.” “ Saya menganggap Sdri Ayu hanya mencari-cari alasan saja dengan melimpahkan kesalahan dirinya kepada orang lain agar mendapat pembenaran dari kesalahan yang telah diperbuatnya.”

“ Menanggapi pernyataan Sdri Ayu cs mengenai sikap dan kinerja saya yang buruk sebagai Koordinator Tim itu semuanya tidak benar,itu adalah fitnah dan tudingan yang tidak berdasar. Kalaupun benar kinerja saya buruk dan memperlambat proses kegiatan RR (Rehab Rekon) serta merugikan masyarakat, sudah sejak lama saya dipecat dari pekerjaan saya sebagai koordinator Tim. Kenyataannya sampai detik ini saya masih diberi kepercayaan oleh Pemerintah/BPBD sebagai Koordinator Tim .”

“ Sebagai Koordinator Tim, memberikan teguran kepada anggotanya yang melakukan kesalahan dalam pekerjaan itu adalah lumrah dan wajar-wajar saja. Salah satu kesalahan yang saya anggap fatal adalah: Dengan alasan mewakili pihak 3/konsultan Sdri Ayu Rita Zahara meminta biaya extra/lebih dari pokmas untuk biaya kepengurusan dokumen DTPP (Dokumen Teknis Pembangunan & Permukiman) dan LPJ tanpa sepengetahuan saya sebagai koordinator Tim.”

“ Dampak dari kesalahan yang dilakukan Ayu RZ muncul saat rapat evaluasi RR bersama pokmas pada tanggal 25 Mei 2016 bertempat di Menasah Nurul Huda Kp Atu Tulu ketika salah seorang dari anggota pokmas Buntul Kunyit yang bernama pak RAMLAN (082361084411) marah-marah serta memaki-maki kami (seluruh fasilitator Tim 3) karena pak Ramlan merasa kecewa dan tidak terima dengan penambahan biaya yang dianggap memberatkan dirinya.”

“ Belajar dari semua permasalahan yang terjadi khususnya dalam kegiatan Rehab rekon ini, kalau kita ingin berbuat baik silahkan berbuat baik saja dengan ikhlas jangan mengatasnamakan untuk kepentingan masyarakat dan demi membantu masyarakat tapi dibalik itu semua punya tujuan yang lain. Jangan karena keterbatasan pengetahuan mayarakat tentang mekanisme penerimaan BDR (Bantuan Dana Rumah) lalu kita mengambil kesempatan untuk menguntungkan diri sendiri.”

“Khusus untuk Sdr Kurnia Muhadi, sebagai pimpinan redaksi lingepost.com mohon untuk memuat berita yang seimbang. Jangan hanya sepihak karena semua orang punya hak jawab sebagaimana yang diatur dalam undang-undang jurnalistik. Dengan dimuatnya berita terkait BPBD persulit pencairan BDR , secara tidak langsung anda mendukung orang yang berbuat melawan hukum dan saya khawatir integritas anda sebagai seorang jurnalis nantinya diragukan oleh banyak orang. “

Sebelumnya diberitakan :

Kelompok Masyarakat (Pokmas) Tawar Niate, Kampung Jurusen, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah, gagal menerima pencairan dana bantuan Gempa Gayo tahap 3, setelah menunggu selama dua hari di Bank BRI Cabang Takengon, hingga Sabtu 2 Juli 2016.

Pencairan terkendala sebab pihak Bank BRI menolak sebagian berkas yang seharusnya ditandatangani oleh pejabat terkait namun kemudian tandatangan tersebut dilakukan oleh anggota tim fasilitator pendamping.

“Ada berkas yang ketinggalan ditandatangani oleh PPK, Koordinator Tim, dan PJOK. Lalu kami berinisiatif menandatanganinya sendiri karena menganggap pencairan ini memang sudah disetujui. Tapi kemudian pihak Bank BRI menolak,” kata salah seorang fasiliator pendamping dari Tim III, Ayu, kepada lingepost.com, Sabtu 2 Juli 2016.

Ayu menjelaskan para fasilitator pendamping sepakat mengambil inisiatif untuk meniru tandatangan tersebut demi kelengkapan berkas pencairan, karena mengingat waktu yang semakin mepet.

“Ini adalah hari terakhir Bank buka jelang libur lebaran. Kemarin kami bersama Kelompok Masyarakat menunggu berkas ditandatangani sampai sore di Bank BRI, sampai Bank tutup. Terpaksa proses pencairan dana harus ditunda lagi menunggu besok.”

“Tapi setelah berkas ditandatangani baru kami ketahui bahwa ada berkas yang ketinggalan untuk ditandangani. Kami lalu coba telepon Pak Gusti (PPK) sampai berkali-kali, tapi gak diangkat. Maksud kami untuk memberitahukan hal ini. Besoknya kami coba telepon lagi juga tetap gak diangkat.”

“Jadi kami bingung. Sedangkan untuk minta tandatangan Koordinator Tim kami tidak berani lagi. Kami menganggap dia pasti akan mempersulit kami lagi seperti kemarin-kemarin,” tutur Ayu.

Menurutnya, sejak awal memang tidak ada kerja yang solid antara anggota tim fasilitator dengan Koordinator Tim serta pihak BPBD dalam proses pencairan dana bantuan tahap tiga tersebut.

“Buktinya saat diberitahu bahwa pihak Bank menolak tandatangan tersebut, si Abrar Syarif (Koodinator Tim) ini datang ke Bank bukannya membantu mencari solusi, tapi malah mempersoalkan tandatangan itu yang katanya kami palsukan. Dia malah bilang akan menuntut kami ke ranah hukum.”

“Kan konyol, dia bukannya membantu agar proses pencairan berjalan lancar sehingga semuanya cepat selesai dan masyarakat segera menerima hak mereka, tapi malah membuat masalah baru.”

“Dia memang ingin semakin mempersulit pekerjaan kami. Sejak awal sudah begitu. Seolah-olah ini semua hanya tanggungjawab kami saja dan dia lepas tangan. Padahal dia adalah Koordinator Tim. Dimana tanggungjawabnya,” sebut Ayu.

“Saat kami berinisiatif menandatangani sendiri berkas tersebut, itu karena kami berniat baik. Kami berpikir ini adalah hari terkahir Bank buka. Kalau tidak selesai hari ini, maka harus nunggu lagi siap libur lebaran. “

“Sedangkan masyarakat sudah nanya-nanya terus sama kami. Mereka juga sudah ikut nunggu di Bank selama 2 hari. Kami bukannya mau mencuri atau berniat jahat dengan tandatangan tersebut. Kami hanya memikirkan masyarakat yang sudah menunggu kami. Dan dana itu juga adalah milik masyarakat,” tutur Ayu.

Ayu menyebut selama ini Tim III Fasilitator memang bekerja dalam keadaan tidak solid dan para anggotanya terus merasa tertekan. Kondisinya, kata Ayu, mereka kerap dipersulit oleh Koordinator Tim dalam pekerjaan.

Ayu mengaku bahwa timnya yang berjumlah 4 orang anggota dan 1 orang Koordinator Tim, sejak awal sudah tidak memiliki kekompakan.

“Kami sudah sering adukan ke PPK bahwa kami seluruh anggota tim yang berjumlah 4 orang menginginkan Koordinator Tim kami diganti. Karena dia juga kami anggap jarang bekerja dan malah sering mempersulit pekerjaan kami.”

“Sudah beberapa kali kami mengadukan hal ini ke pihak BPBD tapi tidak ditanggapi. Bahkan yang terkahir, kami seluruh anggota tim sepakat membuat surat pernyataan yang kami tandatangani di atas materai 6000 dengan isi pernyataan meminta pihak BPBD untuk mengganti Koordinator Tim kami. Tapi tetap juga tidak ditanggapi,” tutur Ayu.

“Padahal kami sudah menyebutkan 7 alasan dalam surat pernyataan tersebut yaitu 1. Sulit berkoordinasi dengan baik, 2. Segala Pekerjaan Koordinator Tim dilimpahkan ke kami, 3. Emosi tingkat tinggi, 4. Selalu mencari sensasi, 5. Suka memprovokasi masyarakat sehingga proses RR tidak berjalan dengan lancar, 6. Tidak fokus dalam bekerja, 7.  Otoriter-egois-dan mementingkan diri sendiri,” sebutnya.

Lanjutnya, akibat tidak ada keharmonisan dalam tim fasilitator tersebut menyebabkan masyarakat semakin dirugikan, karena pekerjaan sering terkendala.

“Pekerjaan kami sebisa mungkin dicari kesalahannya. Buktinya pada saat pengajuan rekomendasi pencairan dana untuk tiga Pokmas kemarin, hanya berkas kami yang diperiksa. Yang memeriksanya pun adalah anggota fasilitator dari tim lain, artinya tidak kompeten, karena sesama fasilitator.”

“Selain itu, mengapa hanya berkas kami yang diperiksa. Sedangkan tim lain semuanya dipermudah, bisa melakukan pencairan dana bahkan tanpa melengkapi berkas yang dipersyaratkan.”

“Lalu mengapa kami yang sudah melengkapi berkas malah dipersulit, dibilang ada kesalahan sehingga tidak bisa melakukan pencairan dana. Padahal dengan tim sebelumnya sejak tahun 2014 kami sudah banyak melakukan pencairan dana. Berkas kami tidak pernah ditolak,” cetus Ayu.

“Lalu saat masyarakat protes akibat gagal menerima pencairan dana dan itu diberitakan, kami semua dipanggil untuk rapat di Ofroom Setdakab, hari Jum’at kemarin.”

“Saya dan satu lagi anggota fasilitator diminta untuk membuat surat pernyataan bersedia melengkapi semua berkas yang dipersyaratkan agar pencairan dana masyarakat bisa dilakukan.”

“Itu yang aneh. Padahal kami telah melengkapi berkas yang diperlukan. Mereka saja yang mempersulit kami. Sementara tim lain dipermudah dan bisa melakukan pencairan tanpa melengkapi berkas,” ujarnya.

“Tapi kemarin kami nurut saja, agar semuanya lancar. Namun, saat kami menunggu rekomendasi pencairan ditandatangani untuk bisa melakukan pencairan dana di Bank, kami bersama masyarakat menunggu sampai sore. Sampai Bank BRI tutup.”

“Sementara besoknya adalah hari terakhir Bank buka karena mau libur lebaran. Dan saat ternyata ada berkas yang ketinggalan ditandatangani kami jadi bingung lagi. Kami bekerja sangat tertekan. Padahal biasanya wajar-wajar saja kalau ada berkas yang tertinggal seperti itu, karena kekhilafan dari kesibukan pekerjaan kami. Biasanya pun kami bolak-balik untuk melengkapi berkas dan meminta tandatangan para pejabat dan koordinator tim. Itu saat kami bekerja di tim sebelumnya,” tutur Ayu.

“Tapi kemarin kami seperti putus asa. Kami coba telepon PPK berulang kali tidak diangkat. Dan kami juga sudah enggan meminta tandatangan lagi kepada Koodinator Tim. Kami yakin pasti akan dipersulit lagi, sementara waktu terus berjalan dan itu adalah hari terakhir Bank buka memasuki libur lebaran.”

“Akhirnya kami berinisiatif menandatangani sendiri berkas yang belum ditanatangani. Pihak Bank memang menolak. Tapi seharusnya Koordinator Tim bisa membenarkan kami agar semuanya lancar. Karena yang kami lakukan itu memang semata untuk mencairkan dana milik masyarakat, yang menjadi hak masyarakat, dan masyarakat sudah menunggu lama. Kami bukannya mau mencuri atau berniat jahat dengan tandatangan itu.”

“Tapi Koordinator Tim kami malah mempermasalahkan hal itu dan bilang akan menuntut kami ke ranah hukum. Kan konyol. Tapi kami menyadari bahwa dia memang selalu mempersulit kami dan berusaha mencari-cari kesalahan kami,” sebut Ayu.

“Anehnya lagi. Sorenya dia mengirim pesan SMS ke saya. Isi pesannya adalah terkait tandatangan yang katanya dipalsukan itu harus dituntut secara hukum. Dia bilang itu adalah pesan dari Kepala BPBD Aceh Tengah yang dia terima dan di teruskan ke saya.”

“Entah benar atau tidak. Tapi kalau memang benar itu adalah pesan dari Pak Jauhari (Kepala BPBD Aceh Tengah), itu pun konyol. Menurut saya, itu sikap yang arogan. Pak Jauhari juga bukannya memikirkan solusi agar semuanya berjalan lancar, tapi malah ikut merunyamkan masalah. Sedangkan masyarakat terus menunggu pencairan dana.”

“Saya bertanya ada apa dengan mereka. Sewaktu kami meminta agar Koordinator Tim kami diganti Pak Jauhari tidak pernah menanggapi. Sementara kesalahan-kesalahan kami terus dicari. Padahal mereka tahu bahwa kami hanya menginginkan semuanya berjalan lancar dengan menandatangani berkas tersebut.”

“Kalau pun tidak boleh, mereka seharusnya bisa langsung mengganti lagi dengan tandatangan mereka, kalau ingin semuanya lancar. Bukannya malah memperuncing masalah. Mereka tahu situasinya kenapa kami melakukan itu, tapi mungkin memang sudah niat mereka tidak baik,” ucap Ayu.

Dengan kondisi yang terjadi, kata Ayu, kini Kelompok Masyarakat Tawar Niate kembali harus gigit jari. Paling tidak mereka harus menunggu lagi sampai Bank kembali beroperasi usai libur lebaran 1437 Hijriah, serta semua kelengkapan berkas sudah disiapkan.

Ketidak kompakan tim yang terjadi harus ditanggung oleh masyarakat. Mereka kembali menelan kekecewaan.

Bencana Gempa Gayo sudah berlalu selama 3 tahun. Sabtu 2 Juli 2016 adalah hari dimana musibah bencana alam yang meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Dataran Tinggi Gayo itu, telah genap berusia 3 tahun, sejak terjadi pada 2 Juli 2013 silam.

Pemerintah sejak pasca gempa menyalurkan bantuan dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (Rehab-rekons) untuk memperbaiki rumah-rumah warga yang mengalami kerusakan.

Namun, penyaluran dana bantuan tersebut hingga kini belum juga selesai dilakukan seluruhnya. Sebagian masyarakat telah lama menunggu. Sebagian masyarakat juga sudah sering kecewa.