HMI Kritik KIP Aceh Tengah Tiadakan Debat Kedua 

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Takengon-Bener Meriah, Afdhalal Gifari.

Takengon | lingePost – Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Takengon-Bener Meriah, Afdhalal Gifari, melontarkan kritik keras terhadap Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Tengah.

Dia menilai bahwa KIP Aceh Tengah gagal memahami pentingnya ide dan gagasan calon bupati sebagai sarana mencerdaskan pemilih dengan tidak lagi menggelar debat kedua.

“KIP Aceh Tengah tampaknya menganggap masyarakat di sini tidak memerlukan ide dan gagasan mendalam dari para calon. Mereka lebih memprioritaskan kegiatan seremonial seperti jalan santai ketimbang menyediakan ruang diskusi atau debat calon bupati yang dapat membuka wawasan masyarakat,” tegas Afdhalal Gifari, Jumat (22/11/2024).

Afdhalal menyayangkan sikap KIP Aceh Tengah yang dianggap tidak fokus pada substansi demokrasi.

Menurutnya ada indikasi KIP Aceh Tengah mengaminkan permintaan calon yang tidak mau debat itu dua kali.

“Padahal keputusan debat publik itu ada di tangan KIP sesuai dengan PKPU, atau bisa jadi mungkin anggarannya yang sudah tidak ada dan kita tidak tau kemana perginya Anggarannya,” kata Afdhal.

Lanjutnya KIP Aceh Tengah seharusnya berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang cerdas dalam memilih pemimpin. Salah satu caranya adalah dengan memfasilitasi ruang dialog antara calon bupati dan masyarakat.

Menurutnya hal ini akan memungkinkan masyarakat memahami visi, misi, dan program kerja setiap kandidat, sehingga mereka dapat menentukan pilihan berdasarkan gagasan, bukan uang.

Afdhalal juga menyebut sikap KIP seperti ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penyelenggara pemilu.

“Jika KIP terus begini, bagaimana kita bisa percaya bahwa mereka benar-benar netral dan bekerja demi demokrasi yang berkualitas,” ujarnya.

Afdhalal juga meminta Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih) Aceh Tengah untuk memantau kinerja KIP lebih ketat.

Dia berharap adanya transparansi dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan, agar tidak ada kesan bahwa KIP hanya bekerja untuk memenuhi formalitas tanpa mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat.

“Demokrasi tidak hanya soal prosedur, tapi juga kualitas. Kita tidak ingin demokrasi di Aceh Tengah hanya jadi ajang seremonial tanpa menghasilkan pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan,” ujarnya.

 

Rel