Benda Sejarah Kerajaan Linge akan Dipamerkan di GOS Takengon

Takengon | lingePost - Peninggalan benda bersejarah benda pusaka kerajaan Reje Linge kembali akan di pamerkan di Gedung Olah Seni (GOS) Takengon pada 19-26 Februari 2022 mendatang. Kegiatan itu dibungkus dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Takengon yang ke-445.

Lain itu, turut digelar Festival Tari Guel dan lagu Himne Gayo. Seminar adat dan budaya Gayo, atraksi adat dan seni Gayo serta perlombaan pentas seni Gayo. Total hadiah yang dipersiapkan panitia sebesar Rp50 juta.

Ketua Dewan Adat Gayo (DAG) Tagore Abubakar mengatakan, tujuan diselenggarakanya kegiatan tersebut untuk meletakkan dasar pengakuan bahwa suku Gayo telah mendiami tanah leluhur itu sejak ribuan tahun yang lalu.

Dasar tersebut merujuk temuan Balai Arkeologi Sumatera Utara (Balar Sumut) Dr Ketut Wiradnyana di Ceruk Mendale. Bahkan lewat uji DNA, uji radio karbon dan di sebut suku Gayo telah ada sejak ribuan tahun lalu.

“Sejarah Gayo mengalir ke Kerajaan Linge, mulai dari Kute Merhum Mahkota Alam, salah satu anak nya adalalah Sultan Johansyah yang menjadi sultan pertama di Aceh, abang nya Joharsyah, makanya disebut, ukum i ujung aceh, inget i Buntul Linge. Dari fakta itu, terdapat peninggalan sebahagian kecil dari kerajaan Linge seperti mahkota, Bawar serta souvenir dari kerajaan China dan lain-lain,” kata Tagore Abubakar selaku pembina dalam kegiatan tersebut, Selasa15 Februari 2022.

Lebih lanjut kata Tagore, kegitan itu digelar untuk mengingatkan Republik ini bahkan internasional. Bahwa, suku Gayo adalah suku asli, hal itu kata dia, terbukti dari fakta-fakta sejarah yang ada.

“Suku asli di republik ini harus dilindungi, bukan hanya dari ancaman pembunuhan, namun diutamakan dalam segala hal. Setiap instansi yang ada di dataran tinggi tanhoh Gayo jangan sampai lupa untuk mensejahterakan pribumi,” kata pria kelahiran Takengon , 20 April 1954 itu.

Tentang kesejahteraan pribumi, Tagore memberi contoh salah satu kesenjangan, dalam dunia perbankan. “Pribumi sulit untuk mendapatkan pinjaman di Bank, namun non pribumi yang berdagang ke Gayo mendapat dukungan, pribumi akan menuju kemiskinan dan perdaban terancam hancur,” pungkas mantan Anggota DPRR RI itu tanpa menyebut salah satu Bank yang dimaksud.

Menurut dia, Gayo adalah wilayah adat, penyelamatan adat dan budaya Gayo dinilai penting untuk di galakkan, sehingga generasi muda tidak akan lupa dengan identitas dan bahasa ibu yang mereka miliki.

“Kita ingatkan Pemerintah lewat DPRK bahwa kita punya kearifan lokal yang harus lestari. Hormati apa yang ada di Gayo, jangan paksakan yang lain masuk ke Negeri Gayo. Apabila suatu kaum datang ke Negerimu merusak kaum mu, perangi, syahid matimu,” tutup Tagore Abubakar berharap kegiatan itu sukses.

Bahkan, pihak panitia telah mengundang Gayo serumpun untuk hadir memberi delegasi mengikuti kegiatan tersebut.

 

Rel